Kode etik sebagai dosen, kita tidak boleh membeda-bedakan mahasiswa. Kita harus melayani dan membimbing semua mahasiswa dengan tingkat kemauan dan kemampuan yang berbeda-beda juga.
Semester Genap
2011/2012 nampaknya menjadi semester yang berat buat saya sebagai dosen
terutama sebagai pembimbing skripsi. Saya hanya punya 3 mahasiswa bimbingan,
tapi ketiga-tiganya "menzalimi" saya dengan caranya masing-masing.
Mahasiswa 1:
Secara akademik
bisa dikategorikan cukup membanggakan. Ketertarikannya akan tema yang sama
membuat dia menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan saya sebagai pembimbingnya
(bagian ini agak berlebihan, abaikan!). Saking majunya, saya sampai kewalahan
kalau dia datang menghadap dan mengajak diskusi (tepatnya si dia bermonolog).
Lalu dimana masalahnya?
Sayang sungguh disayang,
kemajuan mahasiswa ini di bidang akademik tidak diikuti oleh kemajuan teknologi.
Dia ogah punya HP, jadi di jaman satelit ini komunikasi saya dengan dia hanya
one way aja. Dia rela menunggu saya berjam-jam dengan penuh ketidakpastian,
sedangkan saya sangat tidak rela kesusahan meneror dia karena tidak tau mau
telpon atau SMS kemana. Sungguh hubungan dosen-mahasiswa yang satu hala kalau
orang Malaysia bilang.
Sebagai tambahan
info dari tim rumpi saya, dia lebih rela mengeluarkan uang untuk ngasi makan
kucingnya yang lebih dari selusin daripada untuk ngasi makan HP (beli pulsa).
Mahasiswa 2:
Nah yang kedua
ini agak kompleks masalahnya. Dia antara penampilan (rambut dan baju),
pemikiran dan tulisan sering ga harmoni. Sepertinya dia terobsesi menjadi orang
besar, sehingga sebelum tercapai dia membesarkan bodynya dulu (maap ya maen
fisik). Rambut kribo, badan gempal tapi suka pake baju ala HULK (yang siap
robek). Size doesn’t matter lah ya…
Sudah sejak awal
saya mengenal dia sebagai mahasiswa dengan typo error nya mencapai 85% (bahkan
lebih). Jadi enak kalo koreksi papernya, tinggal dibuat lingkaran besar 1 di 1
halaman selesai deh (kalau per kata/kalimat dilingkari saya seperti sedang
membatik).
Selain salah
ketik, dia juga sangat ahli menggunakan kata-kata bombastis. Kata legendaris darinya
adalah “Alot dan Panas”, dan sekarang ditambah lagi “harga yang harus dibayar”.
Entahlah racun akademik mana yang diminumnya, yang jelas saya hampir putus asa
mengoreksi kata2 itu di skripsinya. Untuk membawa skripsinya ke pemirsa,
diperlukan empat tenaga tambahan yang akhirnya mereka bisa merasakan
penderitaan selama ini mengoreksi skripsi mahasiswa ini.
Mahasiswa 3:
Hmm sebetulnya
yang ketiga ini tidak layak disebut sebagai mahasiswa bimbingan saya. Bagaimana
tidak, selama satu semester saya hanya ketemu sekali, kemudian dia menolak
terus setiap kali saya minta menghadap (hancur keinteletualan saya ditolak
mahasiswa bimbingan)..
Setelah merelakan
penolakannya, tiba-tiba di akhir semester dia meninggalkan skripsinya yang
sudah jadi di meja saya. Apa kabar dunia???
Mungkin karena
dia sudah menghabiskan umurnya di kampus lebih dari 10th sehingga dia sudah
hapal ritual penyusunan skripsi sehingga tidak perlu bimbingan kali ya.
Walau bagaimanapun,
saya bahagia bisa menjadi pembimbing akademik. Saya tetap mendoakan mereka
sukses masa depannya. Dosen itu tidak pernah kalah sukses dengan mahasiswanya
loh. Kalo dosennya lebih sukses dibanding mahasiswa ya wajar sekali, tetapi kalau
mahasiswanya lebih sukses artinya dosen semakin sukses karena telah mensukseskan
mahasiswanya.
Seraya BL, 19 Juli
2012
D
No comments:
Post a Comment